Sabtu, 15 November 2014

Puisi Cinta


Jumat, 14 November 2014

Keindahan Kreasi Manusia (Wayang)


WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan filsafat asli Indonesia. 

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Cara Pembuatan Wayang terbuat dari bahan kulit kerbau yang telah dikeringkan dan ditipiskan menurut kepentingan, dan dipahat secara halus dengan motif-motif yang khas, untuk selanjutnya diwarnai/disungging dengan paduan warna yang indah dan khas pula, selanjutnya diberi tangkai (gapit) yang dibuat dari tanduk (sungu) kerbau yang dikerjakan sangat halus.

Pada umumnya semua jenis wayang kulit pada penampilannya menggunakan kelir. Boneka wayang kulit menurut bentuk dan sifatnya adalah merupakan gambar dekoratif yang berdimensi dua, sehingga memungkinkan dalam pementasannya menggunakan kelir. Karena terbawa oleh sifat dan bentuk wayangnya, maka dalam cara memainkan dan menarikan wayang tersebut hanya diperlukan ruang gerak yang sangat terbatas. Kemiskinan gerak wayang kulit dapat dilihat dalam waktu mengisi ruang pentas tersebut, misalnya wayang dapat digerak-gerakan ke depan, ke belakang, ke atas dan ke bawah. Karena sifat wayang kulit sebagai gambar dekoratif dan berbentuk dua dimensi, maka hanya dapat dilihat dengan jelas dari satu arah pandangan saja.





Kamis, 30 Oktober 2014

Manusia & Kebudayaan

PERKEMBANGAN & UPAYA MELESTARIKAN TARIAN TRADISIONAL
 
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.

Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.

Indonesia dengan letak geografis sebagai Negara yang kaya raya akan sumber daya alam, Sumber daya manusia dan sumber daya budaya yang melimpah. Bangsa kita merupakan bangsa yang serba multi, baik multi bangsa, multi agama, maupun multi budaya. Bahkan banyk dari budaya kita dipamerkan dan dipertontonkan di pameran luar negri.

             Kebudayaan mencangkup segala hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia, termasuk didalamnya benda-benda hasil kreativitas dan ciptaan manusia, lagu daerah, dan kesenian daerah lainnya. Dan Indonesia juga memiliki kepulauan yang sangat beragam adat istiadatnya dan budaya yang tersebar di seluruh tanah air dari sabang sampai merauke, mulai dari bahasa, pakaian adat, tradisi, tari-tarian, aneka seni rupa dan lain sebagainya. Kita sebagai generasi muda harus  melestarikan tarian dan kebudayaan kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya tari tarian daerah. Masing-masing tari daerah mempunyai ciri-ciri dan mempunyai ke-khasan tersendiri dibanding dengan tarian yang lain. Salah satunya adalah Tari Jaipong dari Jawa Barat dan Tari toror dari Sumatra utara.

Sehubungan dengan itu saya akan membahas tentang “Bagaimana Cara Melestarikan Tari Jaipong dan Tortor” mengingat kemajuan budaya barat dan globalisasi dengan harapan masyarakat lebih dalam mengetahui tari jaipong dan  tari tortor akan terus melestarikannya di generasi berikutnya.

Tari Jaipong adalah Sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira.  Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.  Ada juga seniman dari Jawa Barat yang mengatakan bahwa nama Jaipongan adalah nama yang mengacu pada bunyi gendang terdengar plak, ping, pong.

Tari jaipong muncul pada tahun 1970 an dan langsung menjadi tren dimasa itu. Dan lahirnya jaipong tidak terlepas dari tahun 1961, karena , Presiden Soekarno yang pada saat itu mulai membatasi budaya asing termasuk musik-musik barat. Beliau justru mendorong seniman tradisional untuk mau menunjukkan ragam tarian etnik dari daerah-daerah di Indonesia, di tingkat internasional.

Tari Jaipongan pun memiliki gaya atau aliran yang berbeda-beda di dalamnya, tergantung dari daerah perkembangannya masing-masing. Salah satunya adalah gaya kaleran dari Karawang. Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Inilah permasalahan yang selalu muncul dalam kesenian Jaipong yaitu image erotis yang terdapat dalam gerakan tari Jaipong. Jika diteliti lebih mendalam citra erotis pada Jaipong muncul karena dalam setiap pertunjukan memang dibutuhkan daya tarik, hal yang dipandang erotis inilah yang merupakan daya tarik dari suatu pertunjukan tarian Jaipong. Jaipong selalu dipertunjukan di tempat-tempat yang tidak prostistius yaitu di acara perkawinan, hajatan dan panggung 17-an ditambah tarian Jaipong merupakan tarian yang ketuk tilu yang telah dibuat lebih modern, Ketuk Tilu selalu megundang konotasi yang kurang terhormat karena dalam tarian ini selalu tampil penari ronggeng yang selalu diidentikan dengan setengah pelacur, maka nama yang kurang menguntungkan itu diganti dengan nama Jaipong .

Erotisme adalah bagian terpenting dalam suatu pertunjukan, untuk menarik perhatian penonton untuk menyaksikan suatu  pertunjukan, untuk menarik perhatian penonton untuk menyaksikan suatu pertuntukan. Dan hal tersebut berlaku juga dalam pertunjukan tarian Jaipong.

Tari Tor-tor adalah budaya yang telah lama ada dan dikenal luas di suku Batak dan Mandailing. ”Budaya itu sudah ada sejak 500 tahun lalu di Mandailing,”. Kata "Tor-tor" berasal dari suara hentakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama mengentak. "Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Dan tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui," kata Togarma kepada National Geographic Indonesia. Tari Tor-tor selalu di iringi dengan tabuhan gondang Sembilan. Dari jenis tari dan maksudnya, Tari Tor Tor selalu berhubungan dengan roh.  

Menurut sejarahnya, tari Tor Tor memang dilakukan untuk memanggil para roh agar masuk ke dalam patung-patung batu yang merupakan simbol dari para leluhur. Karena itu gerakan Tor Tor adalah kaku karena dipercaya para roh melakukan tarian itu juga.
Namun saat ini, Tari Tor Tor sudah tidak lagi diasumsikan lekat dengan dunia roh. Tari Tor Tor menjadi sebuah budaya dan seni yang dikenal masyarakat dunia sebagai budaya tanah air.



                                   Ini  adalah foto saya saat  membawakan Tarian Tor-Tor

Add caption





REFERENSI

http://mallarohima.blogspot.com/2012/10/melestarikan-kebudayaan-indonesia.html



Manusia & Karya Sastra dalam Puisi


Karangan Bunga

Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.

Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.

Salemba
Almamater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.

Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.


TAHAP PENAFSIRAN
Parafrase
Ada tiga orang anak kecil. Melangkah dalam langkah yang malu-malu. Mereka bertiga datang ke Salemba pada sore hari tadi. Semua ini adalah pemberian dari kami bertiga dengan pita hitam yang diikatkan pada sebuah karangan bunga. Sebab kami ikut berduka dan merasa sedih. Ini adalah sebuah rasa kepedulian bagi kakak yang ditembak mati karena berdemo memperjuangkan Hak Asasi Manusia lain. Pada siang hari tadi.

Tafsiran
Karangan bunga mengingatkan kita pada rangkaian bunga-bunga yang melambangkan dua peristiwa dalam hidup manusia yaitu peristiwa suka dan duka. Yang membedakan dari keduanya adalah adalah warna dan tulisan. Untuk peristiwa duka biasanya menggunakan warna-warna mati seperti ungu, abu-abu, dan merah tua dengan disertakan tulisan duka cita. Sebaliknya, pada peristiwa suka cita biasanya orang-orang menggunakan warna-warna cerah seperti putih, hijau, dan kuning yang disertai dengan tulisan selamat.

Dalam konteks puisi ini, karangan bunga sudah sangat menunjukkan kenyataan turut berduka cita atas meninggalnya seorang pahlawan. Boleh jadi, puisi menjadi sebuah karangan bunga dari seorang Taufik Ismail sebagai ungkapan turut berbelasungkawanya atas kepergian seorang sahabat. Setidaknya karangan bunga ini tidak menjadi rusak atau lapuk dimakan waktu tetapi tetap dikenang oleh generasi-generasi selanjutnya.

TAHAP ANALISIS
”Tiga anak kecil/dalam langkah malu-malu/datang ke Salemba/sore itu” memiliki makna yang sangat berbeda dari tulisan harfiahnya. Tiga anak kecil adalah simbol Tritura yang diteriakkan oleh rakyat karena Indonesia telah terlalu lama tunduk pada pemerintahan Soekarno dan takut untuk berubah (inilah yang dilambangkan ”dalam langkah malu-malu). Sementara Salemba adalah simbol perjuangan rakyat, karena pada waktu itu dijadikan markas KAMI. Selain itu juga menjadi tempat dimakamkannya jenazah Arif Rahman Hakim.

Bait kedua: ”’Ini dari kami bertiga/pita hitam pada karangan bunga/sebab kami ikut berduka/bagi kakak yang ditembak mati/siang tadi!” lebih bersifat sugestif (bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufiq mengatakan, ”bagi kakak yang ditembak mati siang tadi!”


TAHAP EVALUASI
Berdasarkan analisis di atas kita dapat menemukan keunggulan dari puisi tersebut, yakni:
1.  Puisi ini tidak sekedar sebuah imajinasi penyair tetapi lebih mengangkat sebuah realita sosial.
2. Kata-katanya familiar namun membutuhkan kontemplasi yang mendalam. Artinya, pembaca seolah-olah diajak untuk merenungi tragedi yang terjadi saat itu.
3.  Diksi yang dipilih oleh Taufik Ismail sangat unik dan lebih condong ke makna konotasinya.
4.  Puisi ini lebih bersifat sugestif (bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufik mengatakan, “bagi kakak yang ditembak mati siang tadi”).

Adapun kelemahan yang terdapat di dalam puisi tersebut adalah jika dilihat secara tersurat, kita akan melihat setiak kata maupun kalimat pada tiap barisnya adalah kata atau kalimat yang sangat dekat dengan kita. Namun, jika ditilik dari segi penafsiran dan analisis maka kita akan cukup merasakan kesulitan dalam menganalisisnya karena di dalamnya menggunakan kata-kata berkonotasi yang cukup rumit apalagi jika tidak mengetahui latar belakang ditulisnya puisi ini.

Referensi