Kamis, 30 Oktober 2014

Manusia & Karya Sastra dalam Puisi


Karangan Bunga

Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.

Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.

Salemba
Almamater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.

Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.


TAHAP PENAFSIRAN
Parafrase
Ada tiga orang anak kecil. Melangkah dalam langkah yang malu-malu. Mereka bertiga datang ke Salemba pada sore hari tadi. Semua ini adalah pemberian dari kami bertiga dengan pita hitam yang diikatkan pada sebuah karangan bunga. Sebab kami ikut berduka dan merasa sedih. Ini adalah sebuah rasa kepedulian bagi kakak yang ditembak mati karena berdemo memperjuangkan Hak Asasi Manusia lain. Pada siang hari tadi.

Tafsiran
Karangan bunga mengingatkan kita pada rangkaian bunga-bunga yang melambangkan dua peristiwa dalam hidup manusia yaitu peristiwa suka dan duka. Yang membedakan dari keduanya adalah adalah warna dan tulisan. Untuk peristiwa duka biasanya menggunakan warna-warna mati seperti ungu, abu-abu, dan merah tua dengan disertakan tulisan duka cita. Sebaliknya, pada peristiwa suka cita biasanya orang-orang menggunakan warna-warna cerah seperti putih, hijau, dan kuning yang disertai dengan tulisan selamat.

Dalam konteks puisi ini, karangan bunga sudah sangat menunjukkan kenyataan turut berduka cita atas meninggalnya seorang pahlawan. Boleh jadi, puisi menjadi sebuah karangan bunga dari seorang Taufik Ismail sebagai ungkapan turut berbelasungkawanya atas kepergian seorang sahabat. Setidaknya karangan bunga ini tidak menjadi rusak atau lapuk dimakan waktu tetapi tetap dikenang oleh generasi-generasi selanjutnya.

TAHAP ANALISIS
”Tiga anak kecil/dalam langkah malu-malu/datang ke Salemba/sore itu” memiliki makna yang sangat berbeda dari tulisan harfiahnya. Tiga anak kecil adalah simbol Tritura yang diteriakkan oleh rakyat karena Indonesia telah terlalu lama tunduk pada pemerintahan Soekarno dan takut untuk berubah (inilah yang dilambangkan ”dalam langkah malu-malu). Sementara Salemba adalah simbol perjuangan rakyat, karena pada waktu itu dijadikan markas KAMI. Selain itu juga menjadi tempat dimakamkannya jenazah Arif Rahman Hakim.

Bait kedua: ”’Ini dari kami bertiga/pita hitam pada karangan bunga/sebab kami ikut berduka/bagi kakak yang ditembak mati/siang tadi!” lebih bersifat sugestif (bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufiq mengatakan, ”bagi kakak yang ditembak mati siang tadi!”


TAHAP EVALUASI
Berdasarkan analisis di atas kita dapat menemukan keunggulan dari puisi tersebut, yakni:
1.  Puisi ini tidak sekedar sebuah imajinasi penyair tetapi lebih mengangkat sebuah realita sosial.
2. Kata-katanya familiar namun membutuhkan kontemplasi yang mendalam. Artinya, pembaca seolah-olah diajak untuk merenungi tragedi yang terjadi saat itu.
3.  Diksi yang dipilih oleh Taufik Ismail sangat unik dan lebih condong ke makna konotasinya.
4.  Puisi ini lebih bersifat sugestif (bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufik mengatakan, “bagi kakak yang ditembak mati siang tadi”).

Adapun kelemahan yang terdapat di dalam puisi tersebut adalah jika dilihat secara tersurat, kita akan melihat setiak kata maupun kalimat pada tiap barisnya adalah kata atau kalimat yang sangat dekat dengan kita. Namun, jika ditilik dari segi penafsiran dan analisis maka kita akan cukup merasakan kesulitan dalam menganalisisnya karena di dalamnya menggunakan kata-kata berkonotasi yang cukup rumit apalagi jika tidak mengetahui latar belakang ditulisnya puisi ini.

Referensi

0 komentar:

Posting Komentar