Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.
Salemba
Almamater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.
TAHAP
PENAFSIRAN
Parafrase
Ada tiga orang anak kecil. Melangkah
dalam langkah yang malu-malu. Mereka bertiga datang ke Salemba pada sore hari
tadi. Semua ini adalah pemberian dari kami bertiga dengan pita hitam yang
diikatkan pada sebuah karangan bunga. Sebab kami ikut berduka dan merasa sedih.
Ini adalah sebuah rasa kepedulian bagi kakak yang ditembak mati karena berdemo
memperjuangkan Hak Asasi Manusia lain. Pada siang hari tadi.
Tafsiran
Karangan bunga mengingatkan kita
pada rangkaian bunga-bunga yang melambangkan dua peristiwa dalam hidup manusia
yaitu peristiwa suka dan duka. Yang membedakan dari keduanya adalah adalah
warna dan tulisan. Untuk peristiwa duka biasanya menggunakan warna-warna mati
seperti ungu, abu-abu, dan merah tua dengan disertakan tulisan duka cita.
Sebaliknya, pada peristiwa suka cita biasanya orang-orang menggunakan
warna-warna cerah seperti putih, hijau, dan kuning yang disertai dengan tulisan
selamat.
Dalam konteks puisi ini, karangan
bunga sudah sangat menunjukkan kenyataan turut berduka cita atas meninggalnya
seorang pahlawan. Boleh jadi, puisi menjadi sebuah karangan bunga dari seorang
Taufik Ismail sebagai ungkapan turut berbelasungkawanya atas kepergian seorang
sahabat. Setidaknya karangan bunga ini tidak menjadi rusak atau lapuk dimakan
waktu tetapi tetap dikenang oleh generasi-generasi selanjutnya.
TAHAP ANALISIS
”Tiga anak
kecil/dalam langkah malu-malu/datang ke Salemba/sore itu” memiliki makna yang
sangat berbeda dari tulisan harfiahnya. Tiga anak kecil adalah simbol Tritura
yang diteriakkan oleh rakyat karena Indonesia telah terlalu lama tunduk pada
pemerintahan Soekarno dan takut untuk berubah (inilah yang dilambangkan ”dalam
langkah malu-malu). Sementara Salemba adalah simbol perjuangan rakyat, karena
pada waktu itu dijadikan markas KAMI. Selain itu juga menjadi tempat
dimakamkannya jenazah Arif Rahman Hakim.
Bait
kedua: ”’Ini dari kami bertiga/pita hitam pada karangan bunga/sebab kami ikut
berduka/bagi kakak yang ditembak mati/siang tadi!” lebih bersifat sugestif
(bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat
asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada
peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufiq mengatakan, ”bagi kakak
yang ditembak mati siang tadi!”
TAHAP EVALUASI
Berdasarkan analisis di atas kita
dapat menemukan keunggulan dari puisi tersebut, yakni:
1. Puisi ini tidak sekedar sebuah
imajinasi penyair tetapi lebih mengangkat sebuah realita sosial.
2. Kata-katanya familiar namun
membutuhkan kontemplasi yang mendalam. Artinya, pembaca seolah-olah diajak
untuk merenungi tragedi yang terjadi saat itu.
3. Diksi yang dipilih oleh Taufik
Ismail sangat unik dan lebih condong ke makna konotasinya.
4. Puisi ini lebih bersifat sugestif
(bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat
asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada
peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufik mengatakan, “bagi kakak
yang ditembak mati siang tadi”).
Adapun
kelemahan yang terdapat di dalam puisi tersebut adalah jika dilihat secara
tersurat, kita akan melihat setiak kata maupun kalimat pada tiap barisnya
adalah kata atau kalimat yang sangat dekat dengan kita. Namun, jika ditilik
dari segi penafsiran dan analisis maka kita akan cukup merasakan kesulitan
dalam menganalisisnya karena di dalamnya menggunakan kata-kata berkonotasi yang
cukup rumit apalagi jika tidak mengetahui latar belakang ditulisnya puisi ini.
Referensi
0 komentar:
Posting Komentar